Klasifiaksi Cerebral Palsy

Klasifiaksi Cerebral Palsy Berdasarkan Sistem Serebral ( Cerebral System)

(Dikutip Dari:  Modul 13  PPG Dalam Jabatan: Konsep dan Karakteristik Peserta Didik Tunadaksa)

Tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem syaraf atau dikenal sebagai Cerebral Palsy (CP). CP secara umum  adalah suatu kelainan pada gerak tubuh sebagai akibat dari adanya kerusakan /kelainan otak pada sistem syaraf yang besifat menetap. CP tidak bersifat progresif. Muslim & Sugiarmin (1996:75),
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek sebagai berikut:
1.     CP berdasarkan letak kelainan di otak dan fungsi geraknya
a.    Spastik
Peserta didik CP jenis spastik mengalami kesulitan dalam menggunakan otot-otot untuk bergerak. Kesulitan terjadi karena adanya kekejangan pada otot  sehingga  gerak tubuh terbatas dan terkesan lambat. Otot-otot yang berlawanan akan berkontradiksi jika seandainya dibengkokkan. Selanjutnya, kekejangan otot akan semakin parah jika peserta didik dalam kondisi kaget, takut, cemas, atau marah. Namun, kekejangan otot akan berkurang jika peserta didik merasa nyaman atau tenang.
b.    Athetoid
Gangguan yang ditandai dengan adanya gerakan yang tidak terkendali pada lengan, kaki, jari tangan dan jari kaki. Bahkan juga kadang terjadi pada lidah, bibir, dan wajah. Tidak terjadi kekakuan atau kekejangan otot. Otot dapat digerakkan dengan mudah tetapi gerakan tersebut tidak dapat dikendalikan oleh peserta didik.
c.    Rigid
Kekakuan otot pada seluruh tubuh sehingga anggota gerak tubuh sulit dibengkokkan. Gerakannya sangat lambat dan kasar, berjalan seperti robot dan tertatih-tatih.
d.    Tremor
Gerakan-gerakan kecil pada tangan/kaki/kepala yang terjadi secara terus menerus dengan irama yang tetap. Tremor merupakan gerak tanpa disadari dan sulit untuk dikendalikan sebagai akibat dari gerakan otot-otot yang berkontradiksi secara bergantian dan terus menerus sehingga menyebabkan peserta didik sulit untuk melaksanakan aktifitas/kegiatan.
e.    Ataxia
Kondisi dimana peserta didik CP mengalami gangguan keseimbangan sehingga jalannya sempoyongan atau gontai (terhuyung-huyung). Peserta didik CP jenis Ataxia juga memiliki masalah pada koordinasi mata dan tangan sehingga sering kesulitan dalam menentukan ukuran dan jarak. Contohnya: tangan peserta didik terlalu jauh dari barang yang sebenarnya ada didekatnya.
2.    CP berdasarkan jumlah anggoota badan yang mengalami kelainan atau luas jaringan otak yang mengalamu kerusakan.
a.    Monoplegia, kelumpuhan pada salah satu  anggota gerak tubuh

b.    Diplegia, kelumpuhan pada keempat anggota gerak tubuh. Dampak kelumpuhan pada kaki lebih berat dari pada tangan. Atau dengan kata lain, dampak kelumpuhan pada tangan lebih ringan daripada kaki. 
c.    Paraplegia, kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah tubuh (kedua kaki)
d.    Hemiplegia, kelemahan pada satu sisi tubuh anggota gerak atas dan bawah, tetapi anggota gerak atas lebih berat.
e.    Triplegia, kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah dan satu anggota gerak atas.
f.    Tertraplegia/quadriplegia, kelumpuhan pada keempat anggota gerak tubuh 
3.    CP berdasakan derajat gangguan fungsi
Yang dimaksud dengan derajat gangguan fungsi adalah tingkat keparahan atau besaran dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari ketunaan yang dialami seseorang baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Berdasarkan derajat gangguan CP dapat dibedakan menjadi 3, yaitu ringan, sedang dan berat.
a.    CP ringan
CP ringan ditandai dengan peserta didik mampu berjalan tanpa alat bantu khusus, dapat bicara dengan jelas, serta dapat hidup mandiri (dapat menolong diri) atau tidak bergantung kepada orang lain. Sehinga peserta didik tunadaksa ringan, meskipun mengalami ketunaan tetapi tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.
b.    CP sedang
Berbeda dengan CP ringan yang dapat menolong diri, peserta didik CP sedang membutuhkan bantuan orang lain untuk latihan berjalan, mengurus diri, berjalan serta latihan-latihan untuk menggunakan alat bantu khusus seperti crutch, brace, walker, kruk dan sebagainya.
c.    CP berat
    CP berat ditandai dengan adanya kebergantungan dengan pertolongan oranglain dalam melakukan aktivitas sehari hari. Selian itu, peserta didik tunadaksa berat juga membutuhkan perawatan yang bersifat tetap dalam ambulansi, bicara serta menolong diri. Ambulansi adalah tindakan berjalan atau bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa perangkat seperti tongkat  atau kruk.

Komentar

Postingan Populer