Cerita dan Fakta Tentang Anak Tuna Rungu


Cerita dan Fakta yang Ada Menengenai Anak Tunarungu
a.      Ketunarunguan secara otomatis dapat menimbulkan ketidakmampuan berbicara pada anak. Faktanya, meskipun anak memiliki gangguan pendengaran terutama dengan kehilangan pendengaran yang besar sekalipun yang menjadi hambatan untuk mengikuti perkembangan kebahasaan mereka secara normal. Banyak anak tunarungu yang dapat dilatih untuk mengerti bahasa oral dan mampu berbicara.
b.     Ketunarunguan tidak banyak rintangan seperti halnya pada tunanetra (kebutaan). Faktanya tidak mungkin kita memprediksi secara nyata sangkaan hambatan umum, anak tunarungu umumnya malah lebh besar hambatannya daripada anak tunanetra.
c.      Anak tunarungu memiliki kemampuan intelektual yang rendah. Fakta yang ada,
bayi tunarungu memiliki kemampuan intelektual yang sama dengan bayi mendengar (normal) pada umumnya. Anak tunarungu memang memiliki hambatan, mereka lebih miskin beberapa tugas karena mereka sukar dalam berkomunikasi dibandingkan dengan anak yang mendengar (normal).
d.     Dalam kegiatan memahami tentang apa yang dikatakan mereka, anak tunarungu terkonsentrasi pada gerakan bibir. Faktanya, membaca  gerak bibir hanya berhubungan dengan visual. Orang tunarungu tidak hanya belajar pada gerakan bibir, mereka juga membuat variasi isyarat visual seperti, ekspresi wajah, gerakan rahang dll.
e.      Mengajar bahasa isyarat kurang baik dan menghambat perkembangan bahasa oral. Faktanya, sebagian pendidik yang ada justru menggunakan bahasa isyarat sebagai bahasa pengantar mereka dalam mengajar. Mereka menggunakan kombinasi antara metode oral dengan isyarat menurut kebutuhan masing-masing anak. Cara itu dapat melatih keterampilan dalam berkomunikasi.
f.      Bahasa isyarat Amerika merupakan strutur longgar dari gerak isyarat dan digunakan pada ide yang kongkrit. Faktanya, bahasa isyarat Amerika memang bahasa yang benar menurut aturan-aturan gramatikal dan dapat dipergunakan pada tingkat yang abstrak.
g.      Penderita kehilangan pendengaran pada frekuensi yang tinggi tidak dapat diperbaiki dengan alat bantu dengar. Faktanya, cerita tersebut pada suatu saat benar adanya, jika alat bantu tersebut dipakai pada badan. Alat bantu itu dibuat dengan frekuensi yang rendah. Pada saat ini alat bantu tersebut dilengkapi dengan mikrofon khusus yang sebenarnya dapat meredakan masalah.

Sumber : Drs. Andreas Dwidjosumarto (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu, Bandung : Depdikbud.


Komentar

Postingan Populer