Pembelajaran Bagi Anak Tunarungu
Pembelajaran Anak Tunarungu di Kelas Inklusi
Pembelajaran
anak tunarungu di kelas inklusi tidaklah mudah. Sebelum menempatkan anak
tunarungu di kelas inklusi, sebaiknya persyaratan dibawah ini dapat dipenuhi,
yaitu:
1.
Anak tunarungu
harus memiliki bahasa yang cukup. Artinya sebelum anak tunarungu dimasukan
dalam kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki bahasa yang dapat
menjembatani pembelajaran yang dilakukan dikelas inklusi dan mampu
berkomunikasi dengan baik. Hal ini sangat diperlukan agar anak tunarungu mampu
mengikuti pembelajaran dengan anak regular lainnya tanpa harus menjadi penonton
di dalam kelas. Tanpa bahasa yang cukup anak tunarungu hanya sebagai hiasan di
kelas inklusi tanpa bisa mencerna dan memahami pembelajaran yang diberikan oleh
guru.
2.
Sekolah yang di
dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus memiliki guru pendamping
yang berlatarbelakang PLB, lebih baik lagi jika guru pendamping tersebut
berlatarbelakang dari sekolah luar biasa dengan bidang kajian yang sama dengan
anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas inklusi.
3.
Guru regular
hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu serta sedapat mungkin mampu
berempati terhadap anak tunarungu agar pembelajaran yang diberikan dapat
dipahami dengan mudah.
4.
Guru regular
mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu seperti
prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip intersubyektivitas dan
prinsip kekonkritan.
5.
Lingkungan di
sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan anak berkebutuhan
khusus.
6.
Sarana dan
prasarana yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus. Jika persyaratan diatas
telah dipenuhi, maka selanjutnya pembelajaran di kelas inklusi bagi anak
tunarungu dapat dilakukan. Pembelajaran tunarungu yang paling utama dan
terutama adalah pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa ini diperoleh melalui
percakapan. Untuk mencapai kepada pembelajaran yang bermakna bagi tunarungu
dibutuhkan pendekatan khusus yaitu metode maternal reflektif.(MMR).
Pembelajaran bagi tunarungu berbeda dari pembelajaran yang ada pada umumnya.
Hal ini dikarenakan tunarungu tidak dapat menerima informasi melalui
pendengarannya dan untuk itu maka diperlukan adanya visualisasi untuk lebih
memudahkan tunarungu menyerap informasi. Melalui metode maternal reflektif ini
tunarungu diolah bahasanya. Mulai dari mengeluarkan suara, mengucapkan kata
dengan benar sesuai dengan artikulasinya, hingga tunarungu mampu berkomunikasi
dengan menggunakan beberapa kalimat yang baik dan benar.Secara garis besar,
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ini terdiri atas kegiatan
percakapan, termasuk di dalamnya menyimak, membaca dan menulis yang dikemas
secara terpadu dan utuh. Dengan ini anak memahami dan dapat menemukan sendiri
kaidah-kaidah percakapan. 1. Kegiatan Percakapan Kegiatan percakapan menjadi
ciri utama dalam menggunakan metode maternal reflektif, karena penyampaian
materi ajar semua bidang studi dilakukan melalui percakapan. Dalam metode ini
dikenal dua jenis percakapan, yaitu percakapan dari hati ke hati atau
conversation form heart to heart dan percakapan linguistik atau linguistic
conversation (Uden, 1977). Percakapan dari hati ke hati merupakan percakapan
yang spontan, fleksibel untuk mengembangkan empati anak. Ungkapan yang dimaksud
anak melalui kata-kata atau suara yang kurang jelas, gesti atau gerakan-gerakan
lainnya dan isyarat ditangkap oleh guru (seizing method) dan dibahasakan sesuai
dengan maksudnya kemudian meminta anak untuk mengucapkannya kembali (play a
double part). Namun dalam kegiatan ini guru tetap menjaga lajunya percakapan
dan pertukaran yang terjadi di antara anggota yang bercakap (anak dengan anak
atau anak dengan guru) misalnya berupa persetujuan, penyangkalan, imbauan, atau
komentar atau pertanyaan untuk memperjelas pesan komunikasi. Membaca dan
menulis penyandang tunarungu dikembangkan melalui percakapan. Pada awalnya
perilaku berbahasa mereka berada pada taraf pengungkapan diri melalui gesti
atau gerakan-gerakan lainnya, isyarat, dan suara-suara yang kurang jelas
maknanya yang kemudian dibahasakan oleh guru melalui seizing method dan play a
double part. Anak menerima masukan bahasa tersebut melalui membaca ujaran dan
atau melalui pemanfaatan sisa pendengarannya. Ungkapan-ungkapan bahasa yang
belum ditangkap secara sempurna dari diucapkannya dalam kegiatan percakapan itu
dituliskan atau divisualkan dalan bentuk tulisan yang kemudian dibacanya.
Bacaan visualisasi hasil percakapan dipahami anak secara global intutif karena
apa yang ditulisi dan dibacanya merupakan ide-ide mereka sendiri. Oleh karena
itu membaca merupakan ide-ide mereka sendiri. Oleh karena itu membaca permulaan
pada anak tunarungu menurut MMR merupakan membaca ideo visual. Pengenalan bunyi
fonem (vokalisasi dan konsonan) diberikan menyatu dalam kata dan pengucapannya
sehingga lebih bermakna yang pada akhirnya anak mengenal huruf, kata, cara
pengucapan, dan cara penulisannya. Dengan demikian dapat diaktakan bahwa
perkembangan kemampuan berbahasa anak berlangsung secara serempak. Pelaksanaan
pembelajaran di kelas inklusi bagi guru reguler hendaknya mengikuti teknik atau
kaidah-kaidah guru sekolah luar biasa dalam membelajarkan anak tunarungu,
prinsip-prinsip MMR harus dipahami oleh guru reguler, sehingga sekalipun di #
dalam kelas regular anak tunarungu tetap dilibatkan dalam proses pembelajaran
yang sedang berlangsung. Kemampuan guru dalam melibatkan anak tunarungu dalam
proses pembelajaran memang tidak semudah membelajarkan anak-anak yang
mendengar, dikarenakan setiap kata yang diucapkan oleh guru harus dimengerti
dan dipahami anak terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam substansi materi yang
akan diberikan. Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi haruslah
benar-benar terprogram dan selalu berbasis pada pengembangan bahasa anak yang
dilakukan secara berkesinambungan, karena tanpa bahasa yang dikuasai anak
tunarungu, maka pembelajaran di kelas inklusi tidak akan bermanfaat. BKPBI dan
Bina Wicara Sebagai Pendukung dalam
Pembelajaran Tunarungu di Sekolah Inklusi
1. Ruang Khusus untuk kegiatan pembelajaran yang
sebaiknya dilengkapi dengan medan pengantar bunyi (sistem looping).
2. Perlengkapan terdiri atas perlengkapan nonelektronik dan
perlengkapan elektronik.
3. Alat-alat penunjang yaitu perlengkapan bermain.
4. Tenaga khusus pelaksana BKPBI hendaknya memenuhi
beberapa persyaratan, antara lain memiliki latar belakang pendidikan guru anak
tunarungu, memiliki dasar pengetahuan tentang musik, dan memiliki kreativitas
dalam bidang seni tari dan musik. * Agar
anak tunarungu dapat terhindar dari cara hidup yang semata-mata tergantung pada
daya penglihatan saja, sehingga cara hidupnya lebih mendekati anak normal. *
Agar kehidupan emosi anak tunarungu berkembang dengan lebih seimbang. * Agar
penyesuaian anak tunarungu menjadi lebih baik berkat dunia pengalamannya yang
lebih luas. * Agar motorik anak tunarungu berkembang lebih sempurna. * Agar
anak tunarungu mempunyai kemungkinan untuk mengadakan kontak yang lebih baik
sebagai bekal hidup di masyarakat yang mendengar. Bina Komunikasi Persepsi
Bunyi dan Irama (BKPBI) ialah pembinaan dalam penghayatan bunyi yang dilakukan
dengan sengaja atau tidak sengaja, sehingga sisa-sisa pendengaran dan perasaan
vibrasi yang dimiliki anak-anak tunarungu dapat dipergunakan sebaik-baiknya
untuk berintegrasi dengan dunia sekelilingnya yang penuh bunyi. Pembinaan
secara sengaja yang dimaksud adalah bahwa pembinaan itu dilakukan secara
terprogram; tujuan, jenis pembinaan, metode yang digunakan dan alokasi waktunya
sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan pembinaan secara tidak sengaja adalah
pembinaan yang spontan karena anak bereaksi terhadap bunyi latar belakang yang
hadir pada situasi pembelajaran di kelas, sepeti bunyi motor, bunyi helikopter
atau halilintar, kemudian guru membahasakannya. Misalnya, “Oh kalian dengar suara motor ya ? Suaranya ‘brem... brem...
brem...’ benar begitu ?”. Kemudian guru mengajak anak menirukan bunyi
helikopter dan kembali meneruskan pembelajaran yang terhenti karena anak
bereaksi terhadap bunyi latar belakang tadi Secara singkat tujuan BKPBI adalah
sebagai berikut : Dalam hal kemampuan berbicara, BKPBI dapat membantu agar anak
tunarungu dapat membentuk sikap terhadap bicara yang lebih baik dan cara
berbicara yang lebih jelas. Sarana BKPBI mencakup : Sekolah yang di dalamnya
terdapat anak tunarungu,hendaknya memiliki ruang BKPBI sebagai pendukung dalam
membelajarkan anak tunarungu dalam mengolah bahasanya. Sehingga kemampuan
berbahasa anak tunarungu dapat ditingkatkan dan semakin berkembang. Guru
berlatarbelakang pendidikan luar biasa kajian tunarungu, sangat diperlukan
dalam mengembangkan bahasa anak tunarungu melalui BKPBI dan Bina Wicara.Untuk
itu sekalipun berada di kelas inklusi namun anak tunarungu tetap mendapatkan
latihan strong>BKPBI dan Bina Wicara. strong>BKPBI dan Bina Wicara ini
sebaiknya diberikan secara rutin dan terus menerus hingga kosa kata anak
bertambah banyak dan pada akhirnya mampu berkomunikasi dengan baik dan benar.
Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi yang dipaparkan diatas adalah
salah satu contoh bentuk pembelajaran yang memasukan anak tunarungu di kelas
regular untuk bersama-sama belajar dengan anak mendengar lainnya namun dalam
waktu tertentu anak tunarungu tersebut diberikan latihan-latihan yang mampu
membantu anak untuk memperoleh bahasa dan mengolah bahasa yang sudah dimilkinya
melalui pendekatan MMR lalu ditunjang dengan latihan strong>BKPBI dan Bina
Wicara. Memasukan anak tunarungu ke dalam kelas inklusi tanpa memberikan
layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut hanyalah sia-sia dan
menambah penderitaan anak tunarungu saja. Untuk itu agar tidak menjadi
penderitaan anak tunarungu sebaiknya sekolah harus benar-benar memberikan semua
kebutuhan anak tunarungu dalam proses pembelajarannya melalui kegiatan-kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan MMR melalui percakapan dengan didukung
strong>BKPBI dan Bina Wicara. Dengan demikian pembelajaran anak tunarungu
yang dilakukan di kelas inklusi dapat bermakna, sehingga anak tunarungu
keberadaanya di sekolah inklusi bukan hanya sekedar diterima namun juga
terlayani secara kebutuhannya yang terkait dengan kemampuannya untuk berbahasa
dan berkomunikasi tanpa harus mendiskriminasikannya.
Komentar
Posting Komentar